Deklarasi Geopark Sangkulirang–Mangkalihat, Langkah Kaltim Menuju Pengakuan UNESCO

Berau – Suasana Balai Adat Kampung Merabu, Kabupaten Berau, pada 6 September 2025 terasa berbeda. Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud, hadir langsung untuk memimpin Deklarasi Geopark Sangkulirang–Mangkalihat. Didampingi anggota DPR RI Sarifah Suraidah, sejumlah pejabat daerah, serta tokoh masyarakat Dayak Lebo, kehadiran orang nomor satu di Kaltim ini menandai dimulainya babak baru dalam perjalanan panjang menuju pengakuan dunia.

Kawasan Sangkulirang–Mangkalihat sebelumnya telah ditetapkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai warisan geologi pada tahun 2024. Ada 26 geosite yang diakui, mencakup ekosistem karst dengan luas hampir 1,9 juta hektare—salah satu bentang karst terbesar di Asia Tenggara.

Dari total tersebut, 15 geosite berada di Kabupaten Berau, sementara 11 lainnya di Kabupaten Kutai Timur.

“Geopark ini adalah potensi wisata kebanggaan Kalimantan Timur dan juga Indonesia. Wajib dijaga bersama kelestarian alamnya sehingga bisa memberikan kesejahteraan ke warganya,” kata Gubernur Rudy dalam sambutannya.

Ia menambahkan, penetapan sebagai warisan geologi harus diikuti persiapan komprehensif agar pengusulan skala nasional hingga internasional terpenuhi.

Merabu, kampung masyarakat Dayak Lebo di Kecamatan Kelay, menjadi tuan rumah deklarasi. Kepala Kampung Merabu, Asrani, menyebut momentum ini sebagai sejarah baru.

“Pertama kali kampung kami didatangi Gubernur. Kami berharap dukungan agar taman bumi ini membawa manfaat,” ujarnya.

Merabu memang memiliki kekayaan alam yang menonjol, di antaranya Gua Beloyot dan Kerucut Karst Merabu yang masuk daftar geosite. Selain itu, ada Danau Nyadeng dengan air sejernih kristal dan Puncak Ketepu yang menyajikan panorama gugusan kerucut karst.

Menurut Asrani, hutan desa Merabu yang seluas 8.245 hektare menyimpan ratusan gua lain yang belum terekspos. Potensi tersebut diyakini bisa menjadi daya tarik wisata, lokasi penelitian, sekaligus memperkuat identitas budaya Dayak Lebo yang hidup berdampingan dengan alam. Hal ini sejalan dengan prinsip geopark, yang bukan hanya menonjolkan aspek geologi, tetapi juga keberlanjutan ekologi dan sosial budaya.

Proses menuju geopark nasional sudah dimulai sejak 2019. Pemerintah Provinsi Kaltim bersama Pemkab Berau dan Kutai Timur, dengan dukungan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), melakukan inventarisasi keragaman geologi, pendokumentasian seni cadas, hingga sosialisasi kepada masyarakat.

“Bappenas menyebut, penetapan status Taman Bumi setidaknya menjawab atau menyelesaikan 11 hingga 14 dari 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Artinya, geopark bukan hanya tentang pariwisata, tapi juga pembangunan yang lebih berkelanjutan,” ujar Manajer Senior YKAN, Niel Makinuddin.

Niel menambahkan, kehadiran gubernur di Merabu memperkuat proses pengusulan dan kelembagaan pengelolaan Taman Bumi Sangkulirang–Mangkalihat.

“Setelah menjadi Taman Bumi Nasional dan memenuhi standar internasional, kita dapat mengusulkan kawasan ini menjadi UNESCO Global Geopark,” katanya.

Dibanding geopark lain di Indonesia, Sangkulirang–Mangkalihat menonjol karena kuantitas dan kualitas geosite yang dimiliki. Misalnya, Geopark Gunung Sewu di Jawa memiliki 13 geosite, sementara UNESCO Global Geopark Ciletuh–Palabuhanratu hanya sekitar 9 geosite. Dengan 26 geosite, Sangkulirang–Mangkalihat memiliki peluang lebih besar untuk bersaing di level internasional.

Saat ini, sudah ada 12 kawasan di Indonesia yang diakui UNESCO sebagai Global Geopark. Yang terdekat dengan Kalimantan Timur adalah Geopark Meratus di Kalimantan Selatan.

Jika Sangkulirang–Mangkalihat berhasil masuk daftar, maka Kaltim akan memiliki geopark pertamanya sekaligus menambah daftar kebanggaan Indonesia di panggung dunia. Deklarasi di Merabu hanyalah awal.

Jalan menuju pengakuan UNESCO masih panjang, mencakup penguatan kelembagaan, peningkatan kapasitas masyarakat, hingga mobilisasi dukungan lintas sektor. Namun, bagi masyarakat Kaltim, setiap langkah kecil, dari mendata gua, menjaga hutan desa, hingga mengangkat budaya lokal, adalah bagian dari mimpi besar menempatkan Sangkulirang–Mangkalihat di peta warisan dunia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *