Di ujung Sungai Mahakam yang berliku dan berarus deras, jauh di pedalaman Kalimantan Timur, hutan tropis membentang hampir tanpa putus. Inilah benteng terakhir keanekaragaman hayati, tempat masyarakat adat Mahakam Ulu hidup berdampingan dengan alam secara turun-temurun.
Di antara rimbunnya pepohonan dan derasnya sungai, mereka menjaga warisan leluhur dengan kearifan lokal yang bertahan hingga kini.
Komitmen itu kini diperkuat lewat kebijakan. Pemerintah Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu) resmi menjalin kerja sama strategis dengan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Nota kesepakatan ditandatangani di Jakarta, Rabu (18/6), dan akan berlaku selama lima tahun ke depan.
“Kabupaten kami memiliki hutan hujan terluas di Provinsi Kalimantan Timur. Oleh sebab itu, kemitraan strategis ini menjadi penegasan komitmen Pemerintah Kabupaten Mahakam Ulu untuk menjadikan pembangunan berkelanjutan sebagai pijakan utama dalam perencanaan dan pelaksanaan kebijakan daerah,” ujar Bupati Mahulu, Bonifasius Belawan Geh.
Mahulu memang layak disebut paru-paru Kalimantan. Sekitar 86 persen dari luas wilayah kabupaten ini masih berupa hutan, dengan komposisi yang mencerminkan kekayaan ekosistem tropis. Sekitar 411 ribu hektare (21,82%) merupakan hutan primer, sementara 1,27 juta hektare (67,34%) adalah hutan sekunder. Kawasan hutan terluas berada di Kecamatan Long Apari dan Long Pahangai, dua kecamatan paling hulu yang masih dijangkau lewat jalur sungai selama berjam-jam.
Mayoritas kawasan hutan di Mahulu diklasifikasikan sebagai Hutan Lindung dan Konservasi (668.821 Ha), Hutan Produksi Terbatas (556.185 Ha), serta Hutan Produksi (107.316 Ha). Mahulu yang baru ditetapkan sebagai kabupaten pada 2013 ini memang menyimpan potensi ekologis luar biasa.
Bupati Bonifasius menjelaskan, kerja sama dengan YKAN merupakan kelanjutan dari pendampingan sebelumnya melalui Program SEGAR (Sustainable Environmental Governance Across Regions) yang didukung USAID sejak 2020. Program ini menyasar lima kampung, yaitu Long Melaham, Batu Majang, Long Bagun Ilir, Long Bagun Ulu, dan Batoq Keloq, dengan ruang lingkup mulai dari pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan hingga peningkatan kapasitas kelembagaan.
“Kami juga didampingi untuk bisa menghasilkan kebijakan yang mendukung pengelolaan kawasan berkelanjutan dan penerapan prinsip-prinsip perlindungan keanekaragaman hayati,” imbuhnya.
Direktur Eksekutif YKAN, Herlina Hartanto, menegaskan pentingnya menjaga hutan Kalimantan yang kini terus tergerus. “Dalam 30 tahun terakhir, hampir 30 persen dari luas hutan di Kalimantan telah beralih fungsi untuk pengembangan perkebunan dan industri ekstraktif,” ungkapnya.
Padahal, tambah Herlina, hutan Kalimantan sangat kaya akan keanekaragaman hayati dan menyimpan cadangan karbon dalam jumlah besar, yang berperan penting dalam mitigasi perubahan iklim.
“Karena itu kami sangat mengapresiasi inisiatif Pemkab ini,” ujarnya.
YKAN mendampingi warga Mahulu melalui pendekatan SIGAP (Aksi Inspiratif Warga untuk Perubahan), yang menempatkan masyarakat sebagai aktor utama dalam menjaga dan mengelola hutan. “Kami mendampingi masyarakat untuk mengenali potensi yang mereka miliki dan menentukan cara mengembangkan potensi-potensi tersebut sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan mereka sembari tetap melindungi hutan yang menjadi warisan leluhur mereka,” jelas Herlina.
Bagi masyarakat adat Dayak seperti Umaq Suling dan Kenyah, konsep perlindungan hutan bukan hal baru. Mereka memiliki kearifan lokal seperti tana’ ulen, kawasan larangan adat yang tak boleh dibuka sembarangan. Kini, nilai-nilai itu terus dirawat dan dikembangkan melalui peta wilayah adat, rencana tata ruang partisipatif, hingga pengelolaan rotan dan madu hutan secara lestari.
Di Mahulu, pembangunan bukan berarti membabat hutan. Kerja sama Pemkab dan YKAN menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat berjalan beriringan dengan konservasi, selama masyarakat adat ditempatkan sebagai pusat perubahan.