KUKAR – Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Kutai Kartanegara terus mendorong desa-desa untuk memiliki kesadaran hukum dalam menjalin kemitraan, khususnya melalui penyusunan dokumen kerja sama berupa Memorandum of Understanding (MoU).
Langkah ini dinilai penting guna memberikan perlindungan hukum bagi desa, terutama saat bekerja sama dengan pihak ketiga dalam pengembangan potensi ekonomi, seperti pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
“MoU menjadi dasar hukum yang penting agar kerja sama tidak mudah diganggu atau dibatalkan oleh pihak lain hanya karena tidak ada dokumen resmi,” ujar Kepala Bidang Kerja Sama Desa DPMD Kukar, Dedy Suryanto, saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (2/5/2025).
Menurut Dedy, saat ini sejumlah BUMDes telah menunjukkan kemajuan dan potensi untuk berkembang melalui kerja sama dengan pihak luar. Namun, masih ada desa yang belum menyadari pentingnya legalitas dalam kemitraan.
Ia mencontohkan Desa Sungai Payang yang telah menjalin kerja sama dengan pihak ketiga dan difasilitasi oleh DPMD. Salah satu peran penting dinas adalah memastikan kehadiran MoU sebagai fondasi awal hubungan kerja sama tersebut.
“Tanpa adanya MoU, kerja sama bisa terganggu sewaktu-waktu. Bisa saja dibatalkan sepihak atau tidak berlanjut hanya karena tidak ada kepastian hukum yang melindungi desa maupun mitra kerjanya,” jelasnya.
Dedy menekankan, kehadiran DPMD tidak hanya sebagai fasilitator teknis, tetapi juga memberikan edukasi hukum kepada pemerintah desa dan pengelola BUMDes. Edukasi ini mencakup pentingnya memahami hak dan kewajiban masing-masing pihak sebelum kerja sama dimulai.
“Kami tidak hanya melakukan sosialisasi, tapi juga berkoordinasi dengan berbagai pihak agar desa memiliki perlindungan. Dengan MoU, desa menjadi lebih tenang karena ada jaminan hukum yang jelas,” ungkapnya.
Namun, ia menyayangkan masih ada desa yang memandang enteng proses penyusunan dokumen kerja sama. Beberapa desa menganggap perjanjian hanya dibutuhkan untuk skala besar, padahal kerja sama kecil sekalipun tetap membutuhkan dokumen tertulis.
“Misalnya kerja sama dalam program CSR dari perusahaan yang hanya berlangsung sebentar, sering kali tidak dilengkapi MoU. Ini pola pikir yang harus diubah. Kalau nanti terjadi masalah, desa tidak punya dasar hukum untuk melindungi dirinya,” ujar Dedy.
Sebagai langkah lanjutan, DPMD Kukar akan terus melakukan pembinaan dan sosialisasi agar seluruh desa mampu menyusun dokumen perjanjian secara mandiri, dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan perlindungan terhadap kepentingan desa.(adv)