KUKAR – Warga Desa Kota Bangun III, Kecamatan Kota Bangun, Kutai Kartanegara (Kukar), antusias memadati halaman kantor desa dalam perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-45 yang dirangkai dengan Festival Cenil 2025, Rabu (30/04/2025).
Festival kuliner tahunan ini telah digelar untuk keenam kalinya dan menjadi tradisi khas yang dinantikan masyarakat. Beragam sajian berbahan dasar singkong, terutama cenil—jajanan kenyal dengan cita rasa manis dan warna mencolok—disajikan oleh warga untuk dinikmati bersama.
Acara dibuka secara simbolis dengan pemukulan gong sebanyak tiga kali. Hadir dalam kesempatan tersebut Ketua Tim Penggerak PKK Kukar, Maslianawati, serta Plt Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kukar, Thaufiq Zulfian Noor, yang mewakili Bupati Kukar Edi Damansyah.
Festival Cenil bukan sekadar perayaan kuliner, melainkan wadah pelestarian tradisi dan budaya lokal.
Festival tahun ini turut dimeriahkan dengan atraksi budaya, pertunjukan seni, bazar UMKM, hingga bazar buku bacaan. Suasana meriah ini menjadi simbol semangat gotong royong dan kekompakan warga dalam membangun desanya.
Cenil sebagai ikon kuliner lokal dinilai sarat makna. Warna-warni yang cerah mencerminkan keberagaman yang hidup dalam harmoni, sebagaimana kehidupan sosial masyarakat Desa Kota Bangun III.
Kegiatan Festival Cenil ini juga sejalan dengan komitmen Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kukar dalam mendorong desa-desa untuk menggali dan mengembangkan potensi lokal sebagai kekuatan ekonomi baru.
Kepala DPMD Kukar, Arianto, menegaskan bahwa potensi desa seperti kuliner, budaya, pertanian, hingga pariwisata lokal harus dikelola secara terencana agar memberi manfaat bagi kesejahteraan masyarakat.
Ia mendorong pemerintah desa untuk berkolaborasi dengan BUMDes atau kelompok masyarakat dalam pengelolaan potensi tersebut, termasuk mengangkat warisan budaya lokal seperti cenil agar bernilai ekonomi.
“Pemerintah daerah sudah siapkan dukungan mulai dari dana desa, bantuan keuangan, hingga pelatihan. Tinggal bagaimana desa memanfaatkannya,” kata Arianto.

Kepala Desa Kota Bangun III, Lilik Hendrawanto, menyampaikan bahwa festival ini berangkat dari keinginan masyarakat untuk menghidupkan kembali tradisi kuliner lokal yang nyaris hilang.
“Festival cenil ini lahir dari inisiatif warga yang ingin menghidupkan kembali budaya lokal yang hampir terlupakan. Ini adalah bentuk kebersamaan dan solidaritas dalam menyambut ulang tahun desa yang ke-42,” ujarnya.
Sebagai simbol kebersamaan dan semangat gotong royong, sedikitnya 70 loyang cenil tradisional dibawa warga dari rumah masing-masing ke lokasi acara. Cenil yang disajikan merupakan panganan khas berbahan dasar singkong dan tepung ketan, yang selama ini menjadi warisan kuliner masyarakat setempat.
Tidak hanya partisipasi dari 21 rukun tetangga (RT), festival ini juga melibatkan pelajar dari berbagai jenjang, tenaga kesehatan, hingga seniman lokal. Rangkaian kegiatan dimulai sejak pagi hari dengan lomba mewarnai dan pertunjukan seni anak-anak. Sementara sore hingga malam, warga disuguhi berbagai pentas seni hingga musik campur sari.
“Ada tiga kelompok seni lokal yang tampil, ditambah partisipasi para guru dari SD, SMP, dan SMA dalam pentas seni. Ini jadi momen yang mempertemukan kreativitas dan semangat warga,” kata Lilik Hendrawanto.
Ia juga mendorong para pelaku seni untuk lebih aktif terlibat dalam pengembangan budaya desa. Pemerintah desa, lanjutnya, siap memfasilitasi ruang dan event sebagai wadah ekspresi bagi para seniman lokal.
“Kami terbuka terhadap masukan dari pelaku seni. Kalau dibutuhkan wadah atau kegiatan, insyaallah pemerintah desa siap memfasilitasi. Ini demi menjaga dan merawat kearifan lokal yang kita miliki bersama,” tutupnya.
Kegiatan seperti Festival Cenil ini selaras dengan arahan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kutai Kartanegara yang terus mendorong desa-desa untuk menggali dan mengembangkan potensi lokal secara berkelanjutan.
Kepala DPMD Kukar, Arianto, menjelaskan bahwa potensi-potensi desa, baik dari sisi budaya, kuliner, wisata, pertanian, maupun UMKM, bisa menjadi sumber ekonomi baru bagi masyarakat jika dikelola dengan baik.
“Desa ini merupakan miniatur pemerintah daerah. Jadi kalau mau mengembangkan, harus ada perencanaan yang matang,” tegas Arianto.
Ia menilai bahwa banyak potensi desa di Kukar yang bisa digarap lebih serius, termasuk kegiatan berbasis budaya seperti Festival Cenil. Pemerintah desa juga diimbau untuk berkolaborasi dengan BUMDes atau kelompok masyarakat agar pengelolaannya lebih terarah dan berkelanjutan.
“Desa harus mulai mendata potensi yang dimiliki. Pemerintah daerah sudah siapkan dukungan mulai dari dana desa, bantuan keuangan, hingga pelatihan. Tinggal bagaimana desa memanfaatkannya,” jelasnya.(adv)