Jerat, Aktivitas Pencari Gaharu, dan Kebisingan Hutan Ancam Badak Kalimantan Terakhir

MAHAKAM ULU — Hutan nan sepi di Kecamatan Long Melaham, Kabupaten Mahakam Ulu rupanya bukan tempat yang aman untuk satwa. Jejak manusia dan upaya berburu binatang tampak jelas ditemukan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur (Kaltim) di rumah alami Badak Kalimantan bernama Pari.

Badak Pari adalah satu-satunya badak Kalimantan yang masih bertahan di alam liar, dengan jejak aktivitas yang hingga kini terus dipantau di hutan Mahakam Ulu. Keberadaannya berada di ambang kepunahan, sebab satu gangguan saja, seperti jerat, dapat menghapus populasi liar badak Kalimantan selamanya.

Rangkaian temuan lapangan itu kembali menegaskan rapuhnya habitat badak Kalimantan. Ancaman yang tertinggal diam-diam di lantai hutan, berupa jerat, menjadi perhatian utama.

Jerat tidak memilih korban, tetap aktif meski ditinggalkan pemasangnya, dan dapat mencederai satwa besar. Luka pada kaki di lingkungan basah dapat berkembang menjadi infeksi mematikan. Risiko itu bukan asumsi sebab pada 2016, individu badak Kalimantan bernama Najaq meninggal setelah mengalami infeksi berat yang diduga berasal dari jerat.

Sisa jejak individu liar terakhir, Pari, masih dapat ditemukan melalui kubangan aktif, kotoran muda, plintiran daun pakan, dan tapak segar. Namun jejak itu kini bertemu dengan pola gangguan manusia yang makin intens. Pondok perambah baru, suara alat berat dari kejauhan, serta sisa perburuan satwa kecil mulai muncul di lanskap yang sama.

“Ancaman itu ada dan kita cegah terjadinya ancaman-ancaman itu sendiri,” ujar Kepala BKSDA Kalimantan Timur, Ari Wibawanto, merespons perkembangan terbaru di lapangan.

Survei monitoring BKSDA Kaltim bersama Alert pada 6–19 Mei 2025 menemukan pondok kerja berusia kurang dari satu bulan, berdiri hanya sekitar seratus meter dari kubangan aktif badak. Di sekitarnya, tim mendapati jerat satwa, tulang-belulang kijang dan kancil, tempurung kura-kura sungai, hingga bulu burung rangkong. Temuan tersebut menunjukkan para pencari gaharu menetap berminggu-minggu di dalam hutan dan melengkapi konsumsi dengan hasil buruan.

“Ketika mereka masuk mencari gaharu, mereka membutuhkan waktu lama, sekitar tiga sampai empat bulan di hutan. Saat masuk hutan, pasti membawa makanan yang awet seperti beras. Pelengkapnya? Apa pun yang mereka temui, termasuk satwa liar, dimanfaatkan untuk makan,” kata Kepala Resor Suaka Badak Kelian BKSDA Kaltim, Jono Adiputro.

Kehadiran pondok baru menandakan peningkatan frekuensi manusia pada area yang sama. Kebisingan dari proses memasak, cahaya lampu malam, asap api unggun, dan aroma manusia dapat memaksa satwa soliter seperti badak mengubah pola jelajah.

“Imbasnya, kehadiran badak ini semakin jarang ditemukan di wilayah yang kami identifikasi sebagai titik jelajahnya,” tambah Jono.
Menurutnya, tanda jelajah Pari perlahan terpinggirkan dari bentang lahan yang semakin ramai.

Akses Perusahaan Jadi Pintu Masuk

Para pencari gaharu memasuki hutan melalui akses operasional perusahaan yang menembus perbatasan Kalimantan Timur–Kalimantan Tengah. Pola tersebut bersifat musiman dan sulit diprediksi.

“Kami indikasikan mereka masuk dari arah Kalimantan Tengah melalui akses perusahaan. Kami sudah berkoordinasi untuk saling menjaga dan mengingatkan aktivitas pencari gaharu ini,” ujar Jono.

Pada pertengahan Oktober 2025, BKSDA Kaltim melakukan koordinasi dengan PT Samudra Rezeki Perkasa dan Maruwai Coal setelah indikasi rombongan masuk melalui jalur perusahaan. PT Samudra Rezeki Perkasa disebut sebagai akses yang paling sering digunakan oleh para pelintas hutan.

“Mereka memang masuk lewat akses kami. Bulan ini mulai berkurang, tapi dua bulan lalu sampai empat rombongan,” kata Asisten Manajer Operasional perusahaan, Choirul Abidin.

“Kami tidak bisa melarang warga melintas, tapi akan bantu mengingatkan agar tidak berburu satwa,” sambungnya.

Pihak perusahaan juga mengaku terbuka terhadap sosialisasi lanjutan bila aktivitas semakin tinggi. Pertemuan dengan BKSDA Kaltim menjadi upaya bersama mencegah aktivitas yang mengganggu keberadaan Pari.

Gangguan Kumulatif: Suara Mesin dan Aroma Manusia

Dalam beberapa koordinat survei, terdengar suara alat berat dari bukit berjarak dua hingga tiga kilometer. Kebisingan seperti itu dapat meningkatkan kewaspadaan satwa dan mendorong mereka mengubah pola jelajah.

“Salah satu yang kami lakukan adalah pengamatan bukan hanya pada lokasi habitat, tetapi juga di sekitar lokasi habitat badak di sekitarnya,” ujar Ari Wibawanto.

Menurutnya, aktivitas manusia tidak hanya memengaruhi ruang fisik, tetapi juga aspek perilaku satwa.

Ketika kubangan terganggu, struktur ruang pakan berubah, dan satwa kecil tertekan oleh jerat, respon badak adalah bergerak lebih jauh ke dalam hutan. Di wilayah dalam yang lebih sunyi, kamera jebak jarang terpasang, dan lokasi penjebakan (pit trap) menjadi tidak lagi tepat sasaran.

Kasus Najaq menjadi preseden penting. Luka kecil dari jerat berkembang menjadi infeksi yang tak tertolong di lingkungan lembap. Bagi Pari, satu-satunya individu tersisa di alam, kondisi serupa berarti hilangnya populasi liar Kalimantan selamanya.

Secara genetik, badak asal Kalimantan kini hanya tersisa dua individu. Satu telah berada dalam perawatan di Suaka Badak Kelian, sementara Pari masih bertahan di Mahakam Ulu. Kehilangan Pari berarti hilangnya representasi genetik unik Kalimantan di alam.

“Karena keterbatasan, translokasi direncanakan awal 2026. Kita mempersiapkan semua hal, sarana-prasarana, dan personel dari berbagai instansi,” jelas Ari.

BKSDA menilai pemindahan akan berjalan lebih aman jika Pari tetap berada dalam radius yang dapat diprediksi.

BKSDA menggalang sosialisasi kepada perusahaan, lembaga kampung, serta pihak Kalimantan Tengah yang berbatasan. Pesannya sederhana namun krusial: pencarian gaharu tidak dilarang, tetapi berburu satwa liar akan dikenai penindakan.

“Kami meminta bantuan semua pihak untuk menjaga habitat badak Pari. Ini tanggung jawab bersama,” tegas Ari.

BKSDA Kaltim menyebut jerat yang dipasang hari ini bisa menunggu korban berbulan-bulan tanpa diketahui. Dalam lanskap dengan satu individu tersisa, durasi tersebut terlalu berbahaya.

Selagi kotoran muda masih ditemukan, plintiran daun pakan masih segar, dan kubangan aktif tetap basah, harapan itu hidup. Tetapi hutan bergerak menjadi semakin gaduh. Jika gangguan terus berulang, Pari dapat masuk ke lanskap gelap yang jauh dari jangkauan manusia dan kamera.
Dan ketika badak menghilang dalam sunyi, sering kali manusia menyadarinya terlambat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *