Di penghujung 2025, aktivitas di kantor Samsat Kutai Barat belum benar-benar melambat. Di balik loket pelayanan dan agenda razia yang semakin padat, ada satu pekerjaan besar yang terus dikejar: mengamankan setiap rupiah Pendapatan Asli Daerah di tengah tekanan fiskal yang kian terasa.
Kepala UPTD Pendapatan Wilayah Kutai Barat, Mulia Pardosi, menyebut situasi akhir tahun ini tidak sederhana. Sebagian sektor pajak menunjukkan kinerja menggembirakan, sementara sektor lain justru tertinggal jauh dan menjadi beban serius bagi kas daerah.
“Kalau dilihat, capaian kita memang tidak seragam. Ada yang melampaui target, ada juga yang sangat jauh dari harapan,” ujarnya.
Salah satu capaian yang relatif stabil datang dari Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. Dari target Rp31,7 miliar, realisasi sudah menembus lebih dari 92 persen sejak pertengahan November. Tren ini membuat Samsat Kubar optimistis BBN akan melampaui target hingga akhir tahun.
Namun, cerita berbeda datang dari Pajak Alat Berat. Dari target Rp8,5 miliar, realisasi baru menyentuh sekitar 22 persen. Angka ini menjadi ironi di daerah yang aktivitas tambang dan konstruksinya cukup masif.
“Untuk pajak alat berat, memang sangat jauh. Hampir bisa dipastikan tidak tercapai tahun ini,” kata Mulia Pardosi.
Masalahnya bukan sekadar ketidakpatuhan. Di lapangan, Samsat Kutai Barat juga harus berhadapan dengan persoalan lintas wilayah. Salah satunya terjadi pada kontraktor tambang PT BEK yang beroperasi di dua provinsi sekaligus, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Dalam kondisi seperti ini, penentuan di mana pajak alat berat harus dibayar tidak bisa dilakukan sepihak.
“Kalau salah langkah, bisa terjadi pungutan ganda atau sengketa antarprovinsi,” ujarnya.

Untuk itu, pemerintah daerah memilih jalur koordinasi. Perusahaan diminta melaporkan seluruh data alat berat, sementara Bapenda Kaltim dan Kalteng melakukan verifikasi bersama guna memastikan wilayah operasional dominan. Pendekatan ini memang memakan waktu, tetapi dinilai lebih aman secara hukum dan adil bagi semua pihak.
Di sektor kendaraan bermotor, tantangannya justru terletak pada rendahnya kepatuhan masyarakat. Dari estimasi 150 ribu kendaraan yang beroperasi di Kutai Barat, hanya sekitar 35 persen yang taat membayar Pajak Kendaraan Bermotor setiap tahun.
“Ini masalah klasik, tapi dampaknya besar. Lebih dari separuh potensi PKB kita belum tergarap,” ujar Pardosi.
Untuk menjawab kondisi tersebut, Samsat Kubar memperbanyak razia terpadu. Bukan semata-mata untuk menindak, melainkan juga untuk mengingatkan langsung di jalan bahwa pajak kendaraan adalah kewajiban yang berdampak langsung pada pembangunan daerah.
Upaya lain dilakukan melalui pendekatan edukatif, termasuk menyasar pelajar SMA lewat program Samsat Goes to School. Harapannya sederhana: membangun kesadaran pajak sejak dini, agar persoalan yang sama tidak terus berulang di masa depan.
Tekanan semakin terasa ketika isu nasional tentang berkurangnya dana transfer ke daerah mulai mencuat. Situasi ini memaksa pemerintah daerah untuk tidak lagi bergantung penuh pada pusat.
“Kalau dana transfer berkurang, PAD harus diperkuat. Tidak ada pilihan lain,” ujar Pardosi.
Dalam kondisi tersebut, setiap potensi penerimaan menjadi penting, termasuk dari kendaraan berpelat luar daerah yang beroperasi secara permanen di Kutai Barat. Selama ini, kendaraan-kendaraan itu menggunakan infrastruktur daerah, tetapi pajaknya justru masuk ke wilayah asal pelat.
“Kami dorong untuk mutasi. Supaya adil, pajaknya masuk ke daerah tempat kendaraan itu beroperasi,” katanya.

Menjelang tutup buku, perhatian juga tertuju pada Pajak Kendaraan Bermotor. Dari target Rp29,2 miliar, realisasi baru mencapai sekitar 87 persen. Samsat Kubar pun menggenjot program pemutihan denda dan insentif pajak hingga Desember.
“Untuk PKB, kemungkinan masih minus sedikit. Tapi kami tetap kejar sampai akhir tahun,” ujarnya.
Bagi Samsat Kutai Barat, menutup tahun bukan sekadar soal angka di laporan keuangan. Ini adalah soal menjaga denyut pembangunan daerah di tengah keterbatasan. Di balik target yang belum sepenuhnya tercapai, ada upaya besar, koordinasi lintas instansi, dan kerja lapangan yang terus dilakukan hingga detik terakhir tahun anggaran.
“Kami tetap bekerja maksimal. Setiap rupiah yang masuk itu sangat berarti bagi daerah,” pungkas Mulia Pardosi. (SA)
