KUKAR – Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) resmi menerapkan sistem Indeks Desa sebagai metode baru dalam mengukur tingkat kemajuan desa. Sistem ini menggantikan skema lama Indeks Desa Membangun (IDM) yang sebelumnya menjadi rujukan nasional.
Kepala DPMD Kukar, Arianto, menyatakan bahwa penggunaan Indeks Desa bertujuan untuk memberikan gambaran yang lebih menyeluruh dan berbasis data terhadap kondisi faktual desa.
“Prinsip dasarnya tetap, yaitu desa menginput data secara mandiri dan dari situ akan terlihat status desa: mandiri, maju, berkembang, tertinggal, atau sangat tertinggal,” ujar Arianto saat ditemui di ruang kerjanya.
Indeks Desa dirancang dengan sistem berbasis digital dan menggunakan pendekatan bottom-up. Data dikumpulkan langsung oleh pemerintah desa melalui aplikasi khusus yang telah dikembangkan.
Selain data statistik dasar, sistem ini juga mencakup variabel tambahan yang lebih luas dan relevan dengan kebutuhan pembangunan lokal. Hal ini dinilai sebagai lompatan penting dalam mendukung agenda transformasi digital pemerintahan desa di Kukar.
“Dulu, IDM hanya fokus pada tiga aspek: sosial, ekonomi, dan ekologi. Sekarang, Indeks Desa menyentuh dimensi yang lebih dalam. Kita ingin desa tidak hanya berkembang secara fisik, tapi juga memiliki daya tahan sosial dan ekonomi yang kuat,” jelasnya.
Berdasarkan data resmi DPMD Kukar hingga tahun 2024, dari 193 desa di wilayah tersebut, 87 desa telah berstatus mandiri, 24 desa masih berada pada kategori berkembang, dan sisanya telah mencapai status desa maju. Sejak 2022, tidak ada lagi desa di Kukar yang tergolong tertinggal maupun sangat tertinggal.
Arianto menegaskan bahwa capaian ini tidak terlepas dari kerja kolaboratif antara DPMD, pemerintah desa, dan perangkat daerah lainnya. Namun ia juga mengingatkan, akselerasi status desa bukan semata tanggung jawab desa itu sendiri.
“Percepatan status desa tidak bisa hanya bergantung pada pemerintah desa. Butuh keterlibatan organisasi perangkat daerah (OPD) teknis lain, seperti Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pendidikan, Dinas Perumahan dan Permukiman, serta Dinas Pemuda dan Olahraga,” terang Arianto.
Sebagai unit kerja penghubung, DPMD Kukar memegang peran strategis dalam menyusun rekomendasi kebijakan berdasarkan data yang masuk dari desa. Data yang telah dianalisis kemudian dijadikan acuan dalam menyusun program lintas sektor yang lebih tepat sasaran.
“DPMD memfasilitasi, tapi pelaksana teknisnya tetap OPD yang berwenang. Kami hanya menjembatani kebutuhan desa dan menyajikan rekomendasi berdasarkan peta data yang sudah dikumpulkan,” tambahnya.
Langkah digitalisasi dalam pengukuran desa ini juga sejalan dengan arahan Pemerintah Pusat yang mendorong modernisasi sistem informasi desa, termasuk dalam hal perencanaan, penganggaran, dan evaluasi pembangunan. DPMD Kukar memastikan bahwa semua desa kini telah mendapatkan pelatihan dasar untuk menggunakan sistem tersebut secara mandiri.
“Proses pelatihan dan pendampingan terus kami lakukan. Kami tidak hanya mengandalkan operator desa, tapi juga melibatkan camat dan pendamping lokal untuk memastikan kualitas data yang masuk tetap terjaga,” tutur Arianto.
Ia berharap, ke depan, penggunaan Indeks Desa tidak hanya menjadi alat ukur, tetapi juga menjadi pijakan dalam perencanaan pembangunan desa yang lebih adaptif, responsif, dan partisipatif. Menurutnya, keberhasilan sistem ini akan sangat bergantung pada konsistensi penginputan data dan koordinasi lintas sektor yang kuat.
“Tujuan akhir dari semua ini adalah mewujudkan desa yang benar-benar mandiri, tidak hanya secara administratif, tapi juga dalam kapasitas ekonomi, sosial, dan digital. Dengan begitu, masyarakat desa bisa merasakan langsung manfaat pembangunan,” tutup Arianto.
Dengan sistem Indeks Desa berbasis digital ini, Pemkab Kukar ingin memastikan bahwa pembangunan desa tidak hanya berlangsung merata, tetapi juga terukur dan berbasis bukti. Langkah ini sekaligus menegaskan komitmen daerah dalam membangun desa sebagai fondasi utama kemajuan wilayah.(adv)