Kades Liang Ulu dan Lurah Sangasanga Muara Raih Gelar Non Litigation Peacemaker

TENGGARONG — Dua pemimpin desa dari Kutai Kartanegara (Kukar) mencatat prestasi membanggakan di tingkat nasional. Kepala Desa Liang Ulu, Mulyadi, dan Lurah Sangasanga Muara, Mispan, berhasil meraih gelar Non Litigation Peacemaker (NL.P) dalam ajang Paralegal Justice Award (PJA) 2025 yang digelar Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) RI.

Penghargaan ini diberikan kepada kepala desa dan lurah yang dinilai mampu menyelesaikan sengketa hukum di masyarakat melalui jalur musyawarah tanpa harus ke pengadilan, setelah mengikuti dan lulus dari program Paralegal Academy.

“Alhamdulillah, peristiwa sengketa keramba warga akibat ponton batu bara pada 2023 bisa kami selesaikan di tingkat desa, tanpa perlu sampai ke pengadilan,” kata Mulyadi, Kamis (17/7/2025).

Pengalaman menyelesaikan persoalan tersebut kemudian mendorong lahirnya Pos Bantuan Hukum (Posbakum) di Desa Liang Ulu sebagai layanan hukum yang mudah diakses warga.

Hal senada disampaikan Mispan. Menurutnya, gelar NL.P bukan sekadar pengakuan formal, tetapi juga instrumen untuk memperkuat peran kelurahan dalam membangun kesadaran hukum masyarakat.

“Dengan gelar ini, kami bisa membentuk kelompok sadar hukum dan menindaklanjuti pembentukan Posbakum secara legal,” ujarnya.

Dalam ajang PJA 2025, Mulyadi menempati peringkat ke-527 dan Mispan berada di posisi ke-105 secara nasional. Keduanya berkomitmen terus berperan sebagai juru damai sekaligus fasilitator hukum di wilayah masing-masing.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kukar, Arianto, menyambut baik capaian tersebut. Ia menyebut ajang ini telah diikuti Kukar selama tiga tahun terakhir, dengan beberapa desa sebelumnya seperti Kersik, Muara Ritan, Batuah, dan Kota Bangun II ikut berpartisipasi.

“Program ini sangat positif karena memberi pemahaman kepada kepala desa dan lurah untuk menyelesaikan persoalan hukum secara mandiri, sesuai aturan yang berlaku,” ujar Arianto.

Ia menambahkan, pemegang gelar NL.P adalah figur penting dalam memperluas akses keadilan di tingkat lokal. Selain menyelesaikan sengketa, mereka juga diharapkan aktif mengedukasi masyarakat melalui kelompok sadar hukum.

“Harapannya, mereka tidak hanya menjadi penyelesai konflik, tapi juga pelopor edukasi hukum bagi masyarakat,” pungkasnya.

Sebagai informasi, gelar NL.P diberikan melalui seleksi oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham bersama Mahkamah Agung. Titel non-akademik ini menjadi bukti komitmen dalam membangun penyelesaian sengketa berbasis musyawarah, bagian dari strategi Kemenkumham memperluas akses keadilan hingga ke tingkat desa.(adv)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *