Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) kini mencatat tren baru di tingkat Rukun Tetangga (RT): pekarangan rumah yang semula kosong berubah menjadi kebun mini produktif. Tak sekadar menanam, warga berlomba menghijaukan lingkungan dengan tanaman herbal dan sayuran, bahkan mengubahnya menjadi sumber pendapatan tambahan.
Asmi Riyandi Elvandar, Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat DPMD Kukar, mengungkapkan, inisiatif ini muncul dari keterbatasan lahan.
“Dengan teknik vertikultur dan penanaman dalam pot, warga di RT-RT pionir membuktikan bahwa lahan sempit bukan halangan untuk bercocok tanam,” ujarnya, Selasa (29/04/2025).
Hasilnya? Beberapa RT kini memiliki “apotek hidup” tanaman obat keluarga (toga) seperti kunyit, jahe, dan kencur, sekaligus kebun sayur seperti kangkung dan cabai.
“Ini solusi cerdas. Lingkungan asri, kesehatan terjaga, bahkan bisa jadi sumber ekonomi,” tambah Elvandar.
Pemerintah daerah tak tinggal diam. Melalui lomba inovasi RT, mereka memberi apresiasi kepada wilayah yang berhasil mengembangkan program hijau.
“Tak hanya toga, budidaya sayuran juga masuk penilaian. Syaratnya simpel: tiap rumah minimal punya dua jenis tanaman,” jelas Elvandar.
Lomba ini bukan sekadar untuk meraih piala. Menurut Elvandar, ia menjadi pemicu semangat gotong royong.
“RT yang awalnya hanya ikut-ikutan, kini malah ketagihan karena melihat manfaatnya langsung,” ceritanya.
Inisiatif ini ternyata memiliki efek berantai. Beberapa RT mulai menjual surplus hasil panen ke pasar lokal, bahkan mengolahnya menjadi produk bernilai tambah seperti sirup herbal atau bumbu dapur.
“Ini langkah kecil menuju kemandirian pangan. Jika setiap rumah berkontribusi, terkumpullah ketahanan pangan tingkat komunitas,” papar Elvandar.
DPMD Kukar berkomitmen terus mendorong gerakan ini dengan pendampingan teknis dan penyediaan bibit.
“Target kami, dalam setahun ke depan, tak ada lagi pekarangan menganggur di Kukar. Setiap jengkal tanah harus produktif!” tegas Elvandar.
Tren ini menunjukkan perubahan paradigma bahwa RT tak lagi sekadar struktur administratif, melainkan laboratorium inovasi warga.
“Kami ingin RT jadi contoh bagaimana masyarakat bisa berdaya dengan sumber daya yang ada. Tak perlu menunggu bantuan, mulailah dari apa yang bisa dilakukan,” tutup Elvandar.(adv)