Di tengah semangat melestarikan identitas budaya, Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) menggelar langkah strategis untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat adat. Salah satu inisiatifnya adalah menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) yang berfokus pada pengakuan masyarakat hukum adat di Kecamatan Kedang Ipil, sebagai fondasi menuju penetapan wilayah adat yang sah.
Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Ekonomi Desa DPMD Kukar, Asmir Riyandi Elvandar, menjelaskan, proses pengakuan wilayah adat bukanlah perkara sederhana.
“Kami harus sangat cermat karena ini menyangkut hak kolektif masyarakat adat yang telah mengelola wilayahnya secara turun-temurun, sekaligus mencegah potensi konflik dengan izin kehutanan, pertambangan, atau pihak lain,” kata Asmir kepada wartawan.
Untuk memastikan proses yang inklusif dan terarah, FGD ini akan melibatkan para pakar dan pemangku kebijakan dari berbagai kementerian, termasuk Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
“Kami ingin menyatukan visi dan standar agar pengakuan ini memiliki dasar hukum yang kokoh,” tambah Asmir.
FGD tersebut akan mengupas tuntas berbagai aspek krusial, mulai dari kriteria wilayah adat, struktur kelembagaan masyarakat adat, hingga dokumen historis dan sosiokultural yang menjadi syarat pengakuan resmi. Pendekatan partisipatif menjadi kunci, dengan mengedepankan dialog terbuka antara masyarakat adat, pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya.
“Kami ingin memastikan setiap potensi masalah dapat diidentifikasi sejak dini, sehingga hasilnya benar-benar mencerminkan kearifan lokal dan sejarah masyarakat adat Kedang Ipil,” paparnya.
Asmir menegaskan DPMD Kukar tidak hanya bertindak sebagai fasilitator, tetapi juga sebagai penjaga nilai-nilai keadilan sosial dan keberagaman budaya. Inisiatif ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang menekankan pentingnya pengakuan hak masyarakat adat atas tanah dan sumber daya alamnya.
“Pengakuan ini bukan sekadar formalitas, melainkan wujud penghormatan terhadap identitas, nilai, dan kearifan yang telah diwariskan leluhur,” tegasnya.
Lebih dari itu, FGD ini diharapkan menjadi wadah dialog yang membangun, memungkinkan masyarakat adat untuk menyuarakan aspirasi mereka. Dengan pendekatan yang menghormati prinsip hak asasi manusia, Kukar berkomitmen memastikan bahwa pengakuan wilayah adat tidak hanya memperkuat identitas budaya, tetapi juga mendorong keadilan sosial bagi masyarakat adat.
“Kami ingin masyarakat adat merasa memiliki proses ini. Pengakuan hak mereka adalah langkah nyata untuk menghargai warisan budaya dan memperkuat posisi mereka di tengah tantangan modern,” kata Asmir dengan semangat.(adv)