Potret Goa Kabok, Upaya Baru Ekowisata Maratua yang Memikat

Di tengah gugusan karst Pulau Maratua, sebuah gua karst bernama Goa Kabok di Kampung Teluk Harapan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, menawarkan pesona alam yang luar biasa. Goa ini bukan sekadar destinasi wisata, tetapi simbol harapan bagi masyarakat lokal untuk mengembangkan ekowisata berkelanjutan yang menjaga kelestarian alam pulau terluar Indonesia ini.

Pada November 2024, media ini bersama jurnalis lain diajak Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) untuk menjelajahi keindahan Goa Kabok, yang kini menjadi fokus pengembangan ekowisata di Maratua.

Begitu sampai di mulut Goa Kabok, pengunjung disambut pemandangan yang memukau. Dari luar, goa ini tampak seperti gua karst pada umumnya, namun keajaiban sejati terungkap saat melangkah ke dalam.

Dinding batu kapur yang megah menjulang, dihiasi stalaktit dan stalagmit yang menjuntai seperti ornamen kristal alami. Pantulan cahaya matahari yang menyelinap melalui celah-celah sempit gua menciptakan efek dramatis, seolah lukisan alam tersaji di depan mata.

Genangan air di dalam gua menambah kesan menyejukkan, dengan ketinggian air yang bergantung pada pasang surut laut. Saat air surut, aliran mata air karst yang mengalir tanpa henti menuju laut memberikan sensasi kesegaran tersendiri.

Waktu terbaik untuk berkunjung adalah saat matahari tepat di atas kepala, ketika garis sinar matahari menembus sela-sela daun pepohonan dan jatuh ke dalam goa, menciptakan panorama yang makin menakjubkan.

Rombongan, dipandu Midlan Witrawan, pemuda lokal, dan Wira Hadikusuma, Direktur BUMK Lumba-lumba, menuju Goa Kabok menggunakan perahu fiberglass dari pelabuhan kecil Kampung Teluk Harapan, berjarak hanya 150 meter.

“Akses masih terbatas karena belum ada jalur pejalan kaki, tapi kami sedang mempersiapkan jembatan ulin untuk memudahkan wisatawan,” ujar Wira.

Rencana ini didukung Anggaran Dana Kampung, yang juga akan menghubungkan Goa Kabok dengan Bukit Mahligai, sebuah situs ritual warga setempat yang hanya sepelemparan batu dari gua, serta hutan hujan tropis Maratua yang kaya akan keindahan kawasan karst.

“Kalau kita dari BUMK akan bekerja sama dengan Pokdarwis Mahligai dan Pemerintah Kampung Teluk Harapan untuk membuka akses menuju Goa Kabok sampai ke Bukit Mahligai,” tambah Wira.

Dengan pengembangan ini, pengunjung tidak hanya dapat menikmati keindahan gua, tetapi juga menjelajahi ritual budaya lokal dan keanekaragaman ekosistem hutan tropis Maratua.

Midlan Witrawan mengakui bahwa Goa Kabok belum setenar destinasi lain di Maratua.

“Pelan-pelan kami penuhi dulu fasilitas yang ada sehingga memudahkan wisatawan untuk ke goa ini,” katanya.

“Goa Kabok hanyalah satu dari banyak gua di Maratua. Kami bersama Pokdarwis sedang mengidentifikasi gua-gua lain yang belum tersentuh,” tambah Wira.

Gerbang masuk menuju Goa Kabok

Pulau seluas 384 kilometer persegi ini memang menyimpan banyak rahasia alam, dari lanskap karst hingga keanekaragaman hayati laut yang menempatkan Maratua di jantung Sulu-Sulawesi Marine Ecoregion, kawasan dengan 76% keanekaragaman hayati laut dunia.

YKAN, melalui Program Ekonomi Biru, menjadi motor penggerak ekowisata di Maratua. Andi Trisnawati, Koordinator Program Ekonomi Biru YKAN, menyebut Maratua sebagai aset.

“Karena berada di subkawasan Sulu-Sulawesi Marine Ecoregion, dengan 76 persen keanekaragaman hayati laut dunia. Ekowisata harus dikelola dengan kode etik agar sumber daya alam terjaga, dan masyarakat lokal menjadi pelaku utama untuk memperkuat ekonomi sekaligus melindungi lingkungan,” kata Andi Trisnawati.

Pendekatan ini dimulai sejak 2021 melalui program SIGAP (Aksi Inspiratif Warga untuk Perubahan), yang fokus pada penguatan kapasitas masyarakat, termasuk kelompok perempuan dan UMKM, untuk mengelola produk perikanan secara bijak menggunakan alat tangkap ramah lingkungan.

“Pendampingan kepada Pokdarwis dan pengelola ekowisata sangat penting. Mereka adalah ujung tombak pelaksanaan ekowisata yang bijak dan berkelanjutan,” tambah Andi.

“Kelompok seperti MPL menunjukkan semangat luar biasa dalam melindungi alam, terutama dengan kegiatan konservasi karang yang berdampak langsung pada kelestarian laut,” ujar Andi.

Selain itu, YKAN juga mendampingi Badan Usaha Milik Kampung (BUMK) seperti BUMK Lumba-lumba di Teluk Harapan dan BUMK Payung-Payung, yang mengelola unit usaha seperti kerajinan batu kelapa dan ekowisata di Gua Halo Tabung.

“Penguatan BUMK penting untuk memastikan masyarakat lokal dapat bersaing dengan investor dan mengelola sumber daya secara berkelanjutan,” kata Andi.

Andi Trisnawati, Koordinator Program Ekonomi Biru YKAN

Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan ekonomi lokal, tetapi juga memperkuat rasa memiliki terhadap lingkungan, terutama di tengah ancaman perubahan iklim dan pengelolaan wisata yang tidak bertanggung jawab.

“Goa Kabok bukan sekadar destinasi wisata, tetapi simbol harapan bagi warga Maratua,” kata Midlan.

Dengan dukungan YKAN, kerja sama Pokdarwis, BUMK, dan komitmen masyarakat, Goa Kabok berpotensi menjadi ikon ekowisata yang menarik wisatawan dari dalam dan luar negeri, sekaligus menjaga kelestarian alam dan budaya Pulau Maratua untuk generasi mendatang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *