Kutai Barat — Menanggapi meningkatnya kekhawatiran masyarakat atas aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) yang merusak lingkungan, DPRD Kutai Barat menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Rabu (4/6/2025). RDP dihadiri oleh perwakilan Polres Kutai Barat, Dinas Lingkungan Hidup (DLH), tokoh masyarakat, dan sejumlah instansi pemerintah daerah.
Dalam forum tersebut, Polres Kutai Barat menyampaikan usulan pembentukan satuan tugas (satgas) khusus yang melibatkan berbagai pihak untuk memperkuat upaya penindakan terhadap praktik tambang ilegal. Ketua DPRD Kutai Barat, Ridwai, menyatakan dukungannya atas usulan ini dan menegaskan bahwa perlindungan lingkungan harus menjadi prioritas utama.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kutai Barat, Ali Sadikin, mengingatkan bahwa aktivitas PETI di sekitar sempadan sungai jelas melanggar peraturan, termasuk Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 yang mengatur pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS). Di tingkat daerah, aturan diperketat dengan larangan aktivitas tambang dalam radius 150 meter dari tepian sungai.
Menurut Ali, penambangan yang langsung dilakukan di sungai berpotensi menyebabkan pencemaran merkuri, yang bisa berdampak luas hingga ke wilayah Samarinda melalui aliran sungai. Oleh karena itu, DLH berencana melakukan pemantauan dan pengukuran tingkat pencemaran di sejumlah lokasi terdampak.
Respons Polres Kutai Barat terhadap PETI
Kasat Reskrim Polres Kutai Barat, Iptu Rangga Asprilla Fauza, mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap dugaan aktivitas PETI di beberapa wilayah. “Kami terus mengusut kasus PETI dan telah melakukan penindakan di lapangan,” ujarnya.
Polres juga menegaskan pentingnya dukungan dari berbagai pemangku kepentingan agar penegakan hukum dapat berjalan maksimal. Dalam RDP, Polres mengajukan pembentukan satgas yang melibatkan lintas sektor dan mendapat persetujuan Ketua DPRD Ridwai.
“Penegakan hukum terhadap pelaku PETI akan dilakukan tanpa pengecualian,” tegas Rangga.
Sebelumnya, Polres Kutai Barat juga pernah menyita alat berat excavator dan menetapkan tersangka dalam kasus tambang batu bara ilegal di kawasan Kampung Kelian Dalam, Kecamatan Tering. Penindakan tersebut menjadi bukti nyata keseriusan aparat dalam merespons keluhan masyarakat.
Tekanan Masyarakat Terhadap PETI
Warga Kutai Barat terus menyuarakan penolakan terhadap aktivitas tambang ilegal yang dinilai merusak lingkungan dan infrastruktur. Dampak langsung berupa kekeruhan air sungai serta risiko pencemaran merkuri yang membahayakan ekosistem dan kesehatan warga.
RDP ini menjadi langkah nyata pemerintah daerah dalam menindaklanjuti aspirasi masyarakat sekaligus memperkuat koordinasi antarinstansi dalam mengatasi masalah PETI.
Pembentukan satgas diharapkan bisa menjadi solusi strategis guna menghentikan aktivitas tambang ilegal yang selama ini merugikan daerah dan masyarakat.